Monday, October 12, 2015

Pemenuhan Kebutuhan Pangan dengan Sistem Minapadi

Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, sehingga sangat penting untuk diperhatikan keberlanjutan produksinya. Bukan hanya produksi yang diprioritaskan dalam pemenuhan kebutuhan pangan tersebut, kualitas dan kandungan gizi jangan diabaikan pula karena akan berdampak terhadap kesehatan masyarakat luas. Kesehatan merupakan dampak terhadap konsumsi pangan yang memiliki kandungan gizi yang tinggi tepat, sehingga diperlukan pemenuhan pangan tersebut. Pangan pokok yang banyak dibutuhkan adalah beras, dimana sebagian besar masyarakat didunia umumnya mengkonsumsi beras yang menjadi bahan makanan pokok sehari-hari.

Di Indonesia beras merupakan bahan makanan utama yang dikonsumsi sehari hari sehingga permintaan terhadap beras tersebut cukup tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut cukup banyak menghadapi kendala terutama ketersediaan lahan yang kian berkurang dikarenakan efek industrialisasi yang tumbuh cukup pesat di Indonesia.

Salah satu solusi untuk mengadapi masalah tersebut selain diversifikasi pangan adalah dengan menerapkan sistem Minapadi dalam memproduksi beras. Kenapa Minapadi, karena system ini bukan hanya dapat memproduksi beras akan tetapi dapat menghasilkan ikan sebagai makanan pendamping. Dengan demikian pemenuhan pakan yang penuh akan gizi dan dapat meningkatkan kesehatan masyaakat dapat tercapai karena beras yang dihasilkan merupakan beras organkc yang tidak memerlukan bahan-bahan kimia untuk perawatan dan juga ikan merupakan makanan yang kaya akan gizi.

                Minapadi merupakan berkembang dengan pesat pada periode 1950-1960 dengan tujuan untuk meningkatkan produksi ikan, mina padi dipraktikkan di lebih dari 90 negara di dunia dan Indonesia merupakan salah satu Negara yang cocok untuk mengaplikasikan system ini karena memiliki iklim tropis basah yang sangat cocok untuk minapadi. 

                Perlu kita ketahui diIndonesia jumlah petani “Gurem” dengan penguasaan lahan < 0,5 ha sejumlah 14,6 juta KK (55,95%) dari 26,1 juta KK pertanian  sehingga sulit meningkatkan pendapatan dengan hanya budidaya padi, keuntungan rata-rata usahatani padi per ha Rp 5 - 9 juta per musim (4 bulan), dengan lahan 0,5 ha hanya 1,25 – 2,25 juta per  bulan dengan hal tersebut  mina padi mampu mengatasi hal tersebut, selain itu minapadi dapat mengurangi serangan OPT dengan memutus siklus hama padi selain itu keuntungan dari produksi ikan dengan harga yang kompetitif dan pemasaran yang mudah akan memudahkan petani untuk mendapatkan keuntungan.

                Miao Weimin perwakilan dari FAO Regional Office for Asia and the Pacific Bangkok, Thailand pada Pertemuan FAO Inception Workshop Rice Fish Farming mengungkapkan bahwa sistem ini berhasil dikembangkan dichina dengan meningkatkan produksi beras mencapai 950 Kg/Ha pada tahun 2013, system ini diterapkan mulai dari tahun 1990 di China. Adapun kelebihan mengaplikasikan system ini sangat banyak yaitu dari segi pemanfaatan sumberdaya yang lebih efisien-meningkatkan produksi lahan sawah, hubungan menguntungkan (simbiosis) antara ikan dan padi, manfaat dari sisi ekologi dan lingkungan, Manfaat sosial ekonomi dan budidaya ikan/hewan perairan sejalan dengan budidaya padi (periode produksi kurang lebih sama).


                Tantangan yang dihadapi untuk mensukseskan penerapan minapadi ini adalah menanggulangi kelemahan yang dimiliki system ini yang diantaranya adalah periode produksi yang relatif singkat,membutuhkan Pengelolaan terkait air dan penggunaan bahan kimia/pestisida dan herbisida dan kompleksitas pengelolaan lainnya. Dengan mengetahui kelemahan yang dimiliki dapat menjadikan acuan untuk membuat kunci sukses menjalankan system ini yang diantaranya dapat ditanggulangi dengan persiapan yang baik untuk lahan sawah berdasarkan kebutuhan hewan yang akan dibudidayakan dan memfasilitasi pengelolaan budidaya dan panen, pilih spesies dengan hati-hati dan kualitas pasokan benih (ukuran,kesehatan), penggunaan pestisida secara hati-hati, pemupukan yang sesuai untuk padi, lebih baik gunakan organik daripada kimiawi, lebih banyak pupuk dasar dan sedikit pupuk tambahan, pakan alami untuk ikan, pemberian pakan pelengkap yang rasional dan pemberian pakan dengan baik (posisi tetap,waktunya rutin,tingkat pakan sesuai (lebih sedikit ketimbang budidaya ikan biasa), pengelolaan air yang baik mengakommodir persyaratan budidaya padi dan ikan dan hewan perairan (terutama sistem yang berlaku), produksi pangan alami dan perpanjang periode budidaya ikan dengan menyesuaikan waktu penebaran dan panen.

                Ditjen Perikanan Budidaya melalui BBPBAT Sukabumi telah menjawab tantangan tersebut dengan mengaplikasikan minapadi dengan inovasi teknologi yang dapat mengurangi kegagalan budidaya minapadi. Beberapa minapadi yang telah diaplikasikan tersebut adalah Ugadi (Udang galah bersama Padi), Ugamedi (Udang galah, Gurame bersama Padi), Ugakodi (Udang galah, Koi bersama Padi), Ladi (Nila bersama Padi) dan Ledi (Lele bersama Padi). keuntungan menerapkan system minapadi tersebut berhasil meraih keuntungan sekitar 4 juta hingga 16 juta per 1000 m2 lahan. Keuntungan tersebut tergantung terhadap jenis sitem minapadi yang diterpakan. Sistem Ledi (Lele bersama Padi) memiliki jumlah keuntungan yang paling besar yaitu mencapai 16 juta per 1.000 m2 lahan. (Analisa usaha terlampir)


                Untuk lebih meningkatkan produksi kedua pangan pokok tersebut dapat dilakukan dengan system minapadi terintegrasi, dan hal tersebut tentu diperlukan banyak dukungan dari banyak pihak terutama dari Pemerintah, dikarenakan dibutuhkan lahan yang cukup luas. Dengan sistem mina padi yang terencana dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia dan dunia sehingga ketahanan pangan Indonesia akan tercapai. (Syati Saptaria)

Sunday, July 26, 2015

#latepost...Pembenihan Ikan Koi...B4 Edit..



#latepost...Leaflet Budidaya Ikan Koi...b4 Edit...



Raih Kredit Bank 600 Juta Meningkatkan Produksi Pokdakan Karya Bakti

Indonesia merupakan wilayah yang mempunyai potensi lahan yang cukup luas untuk dimanfaatkan dalam berbagai sektor, salah satunya adalah sektor perikanan. Dengan banyakya permintaan ikan konsumsi di Indonesia menunjukkan peluang usaha yang cukup menjanjikan dan menguntungkan, akan tetapi hal tersebut memerlukan pengetahuan pengelolaan lahan yang baik dan cermat untuk menghasilkan keuntungan usaha yang maksimal.
Salah satu potensi lahan yang dapat dijadikan contoh usaha perikanan adalah bendungan air yang bersumber dari air sungai. Provinsi Bengkulu mempunyai potensi lahan tersebut yaitu berupa bendungan air milik PLN yang dapat digunakan untuk budidaya ikan air tawar. Lokasinya berada di Desa Suro Ilir, Kecamatan Ujan Mas, Kabupaten Kapahiang. Dilokasi ini terdapat 100 Ha lahan yang dapat digunakan masyarakat untuk dikelola dan pihak PLN telah mengijinkan lahan tersebut untuk dikelola masyarakat guna membantu meningkatkan kesajahteraan masyarakat setempat.
Salah satu Pokdakan yang berhasil megelola lahan milik PLN tersebut adalah Pokdakan Karya Bakti yang telah berhasil mendapatkan kepercayaan Perbankan dalam memperoleh dana KKPE sebesar 600 juta pada tahun 2012. Nilai kredit tersebut sangat besaruntuk  dijadikan modal tambahan dalam meningkatkan produksi ikan Podakan Karya Bakti.
Pada awalnya yaitu tahun 2011 Pokdakan ini hanya memiliki 6 Keramba jaring Apung yang memiliki ukuran sebesar 6 x 6 m yang dikelola oleh 10 anggota Pokdakan. Pokdakan yang diketuai oleh Bapak Made Sukiase ini mendapatkan modal awal dari dana bantuan PUMP PB pada tahun 2011. Dana PUMP PB dirasakan Bapak Made sangat membantu dalam memulai dan mengembangkan usaha budidaya ikan miliknya. Komoditas ikan yang dibudidayakan adalah ikan Nila yang memiliki permintaan pasar yang cukup tinggi di daerah Provinsi Bengkulu. Permintaan akan ikan Nila tersebut masih banyak yang belum terpenuhi sehingga menambah semangat para Pokdakan daerah setempat untuk menggenjot lagi produksi usahanya.

Pokdakan Karya Bakti pada saat ini memiliki 70 Karamba ikan nila, setelah dianalisa oleh Bapak Made penerimaan yang diperoleh untuk setiap karamba adalah Rp. 8.100.000,- untuk 3 bulan masa budidaya. Bila dikonversi ke jumlah panen didapatkan sebesar 450 kilo perkaramba persiklus.  Hasil tersebut diperoleh dengan menebar benih sebanyak 110 – 120 kg  per karamba. Dengan demikian dapat diperhitungkan untuk satu siklus budiaya Pokdakan ini dapat menerima penghasilan Rp. 567.000.000,-
Penerimaan yang didapatkan oleh Pokdakan ini bukan hanya dapat meningkatkan kesejahteraan anggota kelompokmya saja akan tetapi Bapak Made mengungkapkan bahwa semua pihak yang terlibat dalam usahanya ini mendapatkan keuntungan pula seperti dari pemasok pakan, alat-alat perikanan dan juga pihak yang memasarkan ikan nilanya.
Dana Kredit dari Perbankan sudah digunakan dan Bapak Made mengungkapkan jumlah Produksinya cukup meningkat sampai dengan tahun 2014 dan pada tahun ini Pokdakan Karya Bakti akan mengajukan kembali kredit untuk meningkatkan skala usaha yang dimiliki sekarang.
Usaha yang dilakukan tentunya mempunyai kendala yang dihadapai, tak terkecuali Pokdakan Karaya Bakti mengalami kendalai tersebut. Kendala utama yang dihadapai saat ini dalam melakukan usaha budidaya ikan nila adalah faktor alam yang tidak dapat dihindari berupa banjir, sehingga menimbulkan kerugian yang tak terduga.  Untuk mengantisipasinya Podakan karya bakti melakukan pemeliharaan karamba supaya cukup kuat dan tidak mudah untuk terbawa oleh air banjir dan melakukan budidaya pada waktu yang tepat.

Selain itu diperlukan pengetahuan mengenai manajemen keuangan untuk memaksimalkan keuntungan yang diperoleh Pokdakan ini. Bapak Made mengharapkan kembali bantuan penyuluhan dan bantuan lainnya dari pihak terkait untuk menunjang peningkatan produksi dan keuntungan yang ingin diraih Pokdakannya. (Syati Saptaria)

Bioflok Solusi Pembudidaya Ikan Lele yang memiliki Lahan Sempit

                 Budidaya ikan pada saat ini merupakan salah satu usaha yang dapat diandalkan, disamping permintaan akan ikan terus meningkat, metoda yang digunakan dalam membudidayakan ikan saat ini cukup bervariasi dan cukup mudah seiring dengan kemajuan teknologi budidaya ikan.
            Ikan lele salah satu komoditas ikan yang cukup banyak permintaannya pada saat ini, dikarenakan olahan ikan lele ini menjadi salah satu favorit masyarakat di Indonesia. Dengan banyaknya permintaan ikan lele tentunya menjadi salah satu peluang yang cukup besar bagi pembudiday ikan untuk dapat memenuhi permintaan ikan lele tersebut.
            Untuk memenuhi permintaan ikan lele yang cukup banyak menjadi salah satu tantangan bagi pembudidaya ikan yang ingin meningkatkan produksi ikan lele dengan lahan yang terbatas. Saat ini telah ada solusi untuk meningkatkan produksi ikan lele dengan memanfaatkan lahan yang sempit yaitu dengan penerapan teknologi Bioflok.
Bioflok adalah kumpulan dari berbagai organisme (bakteri, jamur, algae, protozoa, cacing, dll) yang tergabung dalam gumpalan (flok). Teknologi bioflok pada awalnya merupakan adopsi dari teknologi pengolahan limbah lumpur secara biologi dengan melibatkan aktivitas mikroorganisme (seperti bakteri).


Budidaya ikan dengan menerapkan teknologi bioflok berarti memperbanyak bakteri/mikroba yang menguntungkan dalam media budidaya ikan, sehingga dapat memperbaiki dan menjaga kestabilan mutu air, menekan senyawa beracun seperti amoniak, menekan perkembangan bakteri yang merugikan (bersifat pathogen) sehingga ikan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Keuntungan penerapan teknologi bioflok antara lain : sedikit pergantian air (efisien dalam penggunaan air); tidak tergantung sinar matahari; padat tebar lebih tinggi (bisa mencapai 3.000 ekor/m3); produktivitas tinggi; efisiensi pakan (FCR bisa mencapai 0,7); efisiensi dalam pemanfaatan lahan; membuang limbah lebih sedikit; ramah lingkungan.
Salah satu pembudidaya ikan yang telah berhasil menerapkan teknologi Bioflok ini adalah Bapak Legisan Sugimin Samtafsir  seorang pembudidaya ikan lele dari Depok yang pada bulan Januari 2013 bapak Legisan bersama temannya mendirikan Farm 165 sukses merintis inovasi teknologi budidaya lele super intensif sistem bioflok.
Dengan mererapkan teknologi bioflok tentunya dapat membantu pembudidaya ikan lele dalam meningkatkan keuntungan usaha. Akan tetapi hal yang paling utama dalam menerapkan metode ini adalah pengetahuan yang cukup dalam menerapkan teknologi ini. Dalam mendapatkan pengetahuan tersebut dapat mengikuti pelatihan ataupun belajar kepada pembudidaya ikan lele yang sudah berhasil menerapkan teknologi Bioflok ini. (Syati S)

Suskes Budidaya Ikan dengan SEHATKAN

         Saat ini pembudidaya ikan di Indonesia cenderung mengelola lahan dengan jumlah yang terbatas dan sebagian besar mengelola lahan yang belum tersertifikasi, sehingga legalitas atas lahan tersebut masih tidak jelas. Hal tersebut menjadi kendala utama pembudidaya ikan dalam mengembangkan kapasitas usaha mereka. Dengan lahan yang belum tersertifikasi, investasi sudah tentu sulit untuk didapatkan. Terutama investasi berupa kredit dari pihak bank, karena kredit yang diberikan oleh bank mempunyai syarat utama berupa jaminan lahan yang telah tersertifikasi.
            Ditjen Perikanan Budidaya melakukan upaya untuk memudahkan para pembudidaya ikan untuk mendapatkan legalitas yang jelas atas lahan yang mereka kelola melalui program Sehatkan ( Sertifikat Hak Atas Tanah Pembudidaya Ikan) yang berkerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mensertifikasi lahan-lahan tersebut.
            Lahan yang telah tersertifikasi dapat menjadi modal bagi para pembudidaya ikan dalam mengajukan kredit usaha kepada Perbankan dan dapat digunakan untuk mengembangkan usaha mereka.
            Program Sehatkan ini telah dilaksanakan beberapa tahun sebelumnya, data Direktorat Usaha Budidaya Ditjen Perikanan Budidaya, usulan pada tahun 2013 program sertifikasi lahan mencapai 6.000 bidang tanah tersebar di 36 Kabupaten/Kota, pada tahun 2014 program ini meningkat jumlahnya menjadi 7.000 lahan di 89 Kabupaten/Kota, dan pada tahun 2015 ini  ditargetkan akan mensertifikasi 8.000 bidang tanah di 123 Kabupaten/Kota.
            Kabupaten Banjarnegara adalah salah satu Kabupaten yang telah menjadi target program Sehatkan ( Sertifikat Hak Atas Tanah Pembudidaya Ikan) dan sudah menggunakan sertifikatnya sebagai jaminan untuk mengakses dana kredit Perbankan, salah satunya pembudidaya di Desa Tanjung Anom, Kecamatan Rakit, Kabupaten Banjarnegara yang 90% penduduknya bermata pencaharian utama sebagai pembudidaya ikan dengan mengusahakan total kolam seluas 57 Hektar. Saat ini di desa tersebut sudah terbentuk 21 pokdakan.
            Berdasarkan penjelasan dari Kepala Desa Bapak Suwahyo, sudah ada 3 Pokdakan dari desa Tanjung Anom yang sudah mengakses Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) total senilai Rp. 1,5 M dengan memanfaatkan sertifikat hasil dari program SEHATKAN sebagai jaminannya. Perekonomian di desa tersebut saat ini digerakkan sepenuhnya oleh usaha pembudidayaan ikan dan tercatat ada 100 warga dari desa tersebut yang melakukan usaha perdagangan ikan baik berukuran benih maupun konsumsi.
            Salah satu Pokdakan di Desa Tanjung Anom yang sukses mengakses kredit KKPE dengan menjaminkan sertifikat hasil dari Program Sertifikasi Hak Atas Tanah Pembudidayaan Ikan (SEHATKAN) adalah Kelompok Pembudidaya Mina Utama yang berdiri tahun 2011.  Semula Pokdakan Mina Utama beranggotakan 20 orang dan saat ini meningkat menjadi 23 orang. Dengan luas lahan total sejumlah + 4 Hektar yang dikelola, pokdakan Mina Utama cukup dikenal sebagai produsen benih ikan gurame, bawal, patin, lele dan nila. Area pemasarannyapun sudah merambah ke luar Jawa dan usahanyapun kini sudah cukup mapan.
            Kini Pokdakan tersebut menjadi salah satu Pokdakan yang cukup diperhitungkan di daerah Banjarnegara dan sekitarnya. Kepercayaan dari pihak perbankan juga sudah didapatkan. Pokdakan tersebut sudah bisa mengakses Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) senilai Rp. 500 juta yang dibagi untuk 23 anggota secara proposional.
Ketua Pokdakan Mina Utama, Bapak Sudirman mengakui bahwa Program SEHATKAN sangat bermanfaat bagi para pembudidaya ikan. Diakuinya juga dengan mengelola 20 kolam dengan masing-masing berukuran +500 M2, memperoleh keuntungan dari hasil pembenihan ikan perbulannya minimal Rp. 10 Juta, bahkan pernah mencapai Rp. 100 Juta dalam sebulan. 

Dampak dari program Sehatkan tentunya sangat besar terutama untuk kelangsungan usaha budidaya ikan, hal tersebut akan berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat Indonesia. Dengan demikian program tersebut cukup layak untuk dilaksanakan secara berkelanjutan untuk meningkatkan perekonomian rakyat Indonesia melalui usaha pembudidayaan ikan. (Syati Saptaria).